Perang Kemerdekaan Indonesia 1945

Perang Kemerdekaan Indonesia 1945

Pertemuan di Dalat

Setelah Jepang semakin terpojok karena dua kota terbesarnya sudah di bom oleh Amerika Serikat dan pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu.

Dua hari sebelum Jepang menyerah kepada sekutu atau tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1945, tiga tokoh nasional, yang terdiri dari Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan dari Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi merupakan Panglima tentara besar tentara Jepang di Asia Tenggara.

Pada pertemuan yang terjadi di Dalat antara tiga tokoh nasional dan Jenderal Terauchi ada beberapa hal yang disampaikan oleh Jenderal Terauchi, adapun beberapa hal yang disampaikan sebagai berikut.

Pertemuan yang terjadi di Dalat seharusnya menjadi sebuah momentum atau kesempatan Indonesia untuk merdeka. Namun, pada pertemuan yang terjadi di Dalat itu terjadi perbedaan pendapat antara tokoh golongan tua dan golongan muda. Hingga pada akhirnya perdebatan yang terjadi mendapatkan titik temu.

Perang Gerilya Jenderal Soedirman

Perang gerilya dipimpin oleh Jenderal Besar Raden Soedirman, perwira tinggi kelahiran 24 Januari 1916. Strategi perang ini merupakan respons atas Agresi Militer Belanda II. Dalam kondisi lemah akibat penyakit TBC, Soedirman tak gentar untuk terus bergerilya melawan penjajah. Bersama sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, mereka berjalan jauh melewati hutan, gunung, sungai, dan lembah.

Puncak perang ini terjadi pada pagi hari di tanggal 1 Maret 1949. Serangan besar-besaran ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan fokus utama di Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada masa itu. Dalam waktu 6 jam, Kota Yogyakarta berhasil dikuasai oleh pasukan Indonesia dan peristiwa ini dikenang sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sedihnya, setelah peristiwa tersebut, Soedirman masih harus berjuang untuk melawan TBC. Ia dirawat berpindah-pindah, dari Panti Rapih, sanatorium di dekat Pakem, hingga pindah ke Magelang di bulan Desember 1949. Soedirman mengembuskan napas terakhirnya di Magelang pada 29 Januari 1950 pukul 18:30 pada usia yang relatif muda, yakni 34 tahun. Selamat jalan, pahlawan!

Baca Juga: Biografi Inggit Garnasih, Wanita Tangguh di Balik Sosok Soekarno

Perang dahsyat juga pernah terjadi di Bali yang dikenal dengan Puputan Margarana, tepatnya pada 20 November 1946. Sang pemimpin perang adalah Kolonel I Gusti Ngurah Rai dan dilakukan untuk mempertahankan desa Marga dari serangan NICA. Masyarakat Bali berprinsip untuk terus melawan, pantang bagi mereka untuk mundur dan menyerah.

Karena prinsip ini, sebanyak 96 orang gugur, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Sementara, di pihak Belanda kehilangan 400 orang akibat Puputan Margarana, lebih banyak dari pihak masyarakat Bali. Padahal, Belanda sudah mendatangkan seluruh pasukannya yang berada di Bali plus pesawat pengebom yang didatangkan dari Makassar.

Baca Juga: Biografi Fatmawati, Istri Soekarno yang Ogah Dimadu dan Ibu Megawati

Sejarah Singkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia bisa dikatakan cukup panjang. Namun, pada intinya sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terbagi menjadi tiga bagian penting. Bagian pertama, menjelaskan pertemuan di Dalat. Bagian kedua, menjelaskan pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda. Dan bagian ketiga, Peristiwa Rengasdengklok.

Pada saat itu, sebelum Soekarno membacakan teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, banyak sekali peristiwa yang terjadi yang melatarbelakangi terjadinya pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, salah satu peristiwa tersebut adalah dijatuhkannya bom di kota Hiroshima di tanggal 6 Agustus 1945 dan tanggal 9 Agustus 1945 di kota Nagasaki.

Semua bom tersebut dijatuhkan di Amerika dengan tujuan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat. Pada momen kekosongan kekuasaan inilah Indonesia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Supaya lebih jelas, simak ulasan tentang sejarah singkat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Serangan 10 November 1945

Serangan 10 November 1945 atau yang juga dikenal sebagai Pertempuran Surabaya adalah pertempuran dramatis yang akan selalu dikenang. Peristiwa ini didahului oleh insiden perobekan bendera merah putih biru di Hotel Yamato pada 18 September 1945 dan disusul dengan bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris. Puncaknya adalah tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, pada 30 Oktober 1945.

Akibat kematian Mallaby, pihak Inggris mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 agar pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan. Tentu saja, rakyat Surabaya menolak untuk tunduk. Dengan semboyan "merdeka atau mati", rakyat Surabaya terus melawan. Pertempuran berdarah ini menyebabkan 6.000-16.000 pejuang gugur dan 200.000 rakyat sipil mengungsi.

Keberanian arek-arek Suroboyo juga dipengaruhi oleh Bung Tomo yang terus mengobarkan semangat lewat pidatonya yang berapi-api. Tokoh lain yang tak kalah berpengaruh ialah KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah, dan kyai-kyai pesantren lain. Berkat peristiwa ikonik ini, tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.

Nah, itulah 7 perang kemerdekaan terbesar untuk merebut kemerdekaan yang pernah terjadi di Indonesia. Semoga bisa menambah semangat patriotisme dan menumbuhkan nasionalisme pada kita, ya!

Baca Juga: Indonesia Harus Rukun, Ini Efek Bertengkar Online ke Kesehatan Mental

KOMPAS.com - Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi sejak 1945 hingga 1949, yang menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia.

Meskipun sudah resmi merdeka sejak 17 Agustus 1945, masih banyak pihak yang belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan Sekutu.

Akibatnya, pertempuran pun terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan yang memakan korban mencapai ribuan jiwa.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia adalah keinginan Belanda dan Sekutu untuk kembali menguasai Nusantara.

Satu bulan setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tepatnya tanggal 29 September 1945, Sekutu datang.

Sekutu yang dalam hal ini adalah Inggris, sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk melihat kondisi di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1942 silam.

Rupanya, saat itu, Sekutu datang dengan diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Adminstration), yaitu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Inggris yang ditugaskan ke Indonesia ternyata diam-dian sudah mengadakan perjanjian rahasia bersama Belanda yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 silam.

Isi Civil Affair Agreement adalah tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Sekutu mendarat pertama kali di Tanjung Priok, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan baik.

Namun, setelah mengetahui bahwa Sekutu datang dengan diboncengi NICA yang secara gamblang ingin kembali menegakkan kekuasaan di Indonesia, maka reaksi pihak Indonesia terhadap Sekutu berubah.

Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadi

Baca juga: Kronologi Pertempuran Surabaya

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 Oktober 1945, ketika Sekutu yang dipimpin oleh Brigjen Bethel mendarat di Semarang.

Setelah itu, pasukan Sekutu yang sedang berjalan menuju ke Magelang pun membuat kerusuhan.

Awalnya, Bethel diperkenankan untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

Dia juga diizinkan mengevakuasi 19.000 interniran Sekutu yang ada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Akan tetapi, ternyata pasukan Sekutu membelot dengan mempersenjatai para tawanan Jepang.

Pada 26 Oktober 1945, insiden pun pecah di Magelang, yang kemudian berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.

Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya.

Puncak pertempuran terjadi pada 20 November 1945, di Ambarawa antara pasukan TKR yang dipimin Mayor Sumarto dengan pasukan Inggris.

Aksi tembak-menembak dan pengeboman terus terjadi selama berhari-hari.

Kendati begitu, pada akhirnya pasukan TKR berhasil meluluhlantakkan pasukan Inggris pada 12 Desember 1945.

Pada akhirnya, pasukan Inggris yang sudah sangat terdesak bersedia meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Baca juga: Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir

Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, tentara Inggris mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan di Surabaya yang dijaga oleh rakyat dan para pemuda Indonesia.

Lebih lanjut, pada 29 Oktober 1945, atas permintaan Letjen Christison, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

KOMPAS.com - Perang Kemerdekaan Indonesia terjadi sejak 1945 hingga 1949, yang menjadi puncak perjuangan bangsa Indonesia.

Meskipun sudah resmi merdeka sejak 17 Agustus 1945, masih banyak pihak yang belum bisa menerima kemerdekaan Indonesia, termasuk Belanda dan Sekutu.

Akibatnya, pertempuran pun terjadi pada masa Revolusi Kemerdekaan yang memakan korban mencapai ribuan jiwa.

Baca juga: Dampak Negatif Konferensi Meja Bundar

Latar belakang terjadinya perang kemerdekaan Indonesia adalah keinginan Belanda dan Sekutu untuk kembali menguasai Nusantara.

Satu bulan setelah Indonesia dinyatakan merdeka, tepatnya tanggal 29 September 1945, Sekutu datang.

Sekutu yang dalam hal ini adalah Inggris, sudah membentuk satuan komando bernama SEAC mengirim pasukan mata-mata untuk melihat kondisi di Indonesia setelah kependudukan Jepang pada 1942 silam.

Rupanya, saat itu, Sekutu datang dengan diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Adminstration), yaitu pemerintahan sipil Belanda yang bertujuan untuk kembali berkuasa di Indonesia.

Inggris yang ditugaskan ke Indonesia ternyata diam-dian sudah mengadakan perjanjian rahasia bersama Belanda yang disebut Civil Affair Agreement pada 24 Agustus 1945 silam.

Isi Civil Affair Agreement adalah tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda.

Sekutu mendarat pertama kali di Tanjung Priok, yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan baik.

Namun, setelah mengetahui bahwa Sekutu datang dengan diboncengi NICA yang secara gamblang ingin kembali menegakkan kekuasaan di Indonesia, maka reaksi pihak Indonesia terhadap Sekutu berubah.

Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya pertempuran di berbagai daerah di Indonesia.

Suasana sekitar saat Pertempuran Ambarawa terjadi

Baca juga: Kronologi Pertempuran Surabaya

Pertempuran Ambarawa terjadi pada 20 Oktober 1945, ketika Sekutu yang dipimpin oleh Brigjen Bethel mendarat di Semarang.

Setelah itu, pasukan Sekutu yang sedang berjalan menuju ke Magelang pun membuat kerusuhan.

Awalnya, Bethel diperkenankan untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

Dia juga diizinkan mengevakuasi 19.000 interniran Sekutu yang ada di Kamp Banyu Biru Ambarawa dan Magelang.

Akan tetapi, ternyata pasukan Sekutu membelot dengan mempersenjatai para tawanan Jepang.

Pada 26 Oktober 1945, insiden pun pecah di Magelang, yang kemudian berlanjut antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara Inggris.

Orange Hotel di Surabaya, lokasi perobekan bendera Belanda ketika Pertempuran Surabaya.

Puncak pertempuran terjadi pada 20 November 1945, di Ambarawa antara pasukan TKR yang dipimin Mayor Sumarto dengan pasukan Inggris.

Aksi tembak-menembak dan pengeboman terus terjadi selama berhari-hari.

Kendati begitu, pada akhirnya pasukan TKR berhasil meluluhlantakkan pasukan Inggris pada 12 Desember 1945.

Pada akhirnya, pasukan Inggris yang sudah sangat terdesak bersedia meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada 15 Desember 1945.

Baca juga: Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Tokoh, Akibat, dan Akhir

Tentara Inggris tiba di Surabaya pada 25 Oktober 1945, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Mallaby.

Kemudian, pada 27 Oktober 1945, tentara Inggris mulai menduduki gedung-gedung pemerintahan di Surabaya yang dijaga oleh rakyat dan para pemuda Indonesia.

Lebih lanjut, pada 29 Oktober 1945, atas permintaan Letjen Christison, Presiden Soekarno datang ke Surabaya untuk menghentikan pertempuran.

Pertemuan keduanya pun menghasilkan terjadinya gencatan senjata.

Akan tetapi, pada 31 Oktober 1945, tersiar kabar tentang hilangnya Brigjen Mallaby yang ternyata tewas terbunuh.

Sebagai tindak lanjut dari kabar tersebut, pihak Inggris, Mayir Jenderal Manserg, memberikan ultimatum kepada rakyat Surabaya pada 9 November 1945.

Namun, hingga tanggal 10 November 1945, pukul 06.00 pagi WIB, tidak ada seorang pun dari bangsa Indonesia yang menyerahkan diri.

Akibatnya, pertempuran pun pecah. Para pejuang Indonesia berusaha melawan Sekutu menggunakan senjata tradisional bambu runcing.

Setelah tiga pekan, pertempuran Surabaya pun mulai mereda pada 28 November 1945.

Pertempuran ini telah memakan korban jiwa dari pihak Indonesia sebanyak 20.000 orang, sedangkan dari pihak Sekutu sebanyak 1.500 orang.

Baca juga: Mohammad Toha, Tokoh Penting Peristiwa Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi tanggal 13 Oktober 1945, ketika pasukan Sekutu tiba di Kota Bandung dengan diboncengi oleh NICA.

Setibanya di Bandung, pasukan Sekutu langsung menguasai kota dengan alasan melucuti dan menawan tentara Jepang.

Kemudian, pada 27 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum agar rakyat Bandung segera meninggalkan area Bandung Utara, tetapi ultimatum itu tidak dihiraukan.

Sekutu yang mulai terdesak pun kembali mengeluarkan ultimatum kedua agar selambat-lambatnya pada 24 Maret 1946 pukul 24.00, pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung sejauh 11 kilometer.

Ultimatum ini lantas mendongkrak semangat perlawanan para pejuang Indonesia.

Pasukan Indonesia membuat strategi dengan merancang operasi bernama Bumi Hangus.

Begitu penduduk meninggalkan Bandung, operasi Bumi Hangus langsung dijalankan dengan membakar bangunan rumah atau gedung di Bandung.

Prasasti yang menjadi bukti terjadinya Pertempuran Medan Area

Dalam sekejap, Kota Bandung sudah diselimuti oleh asap gelap dan pemadaman listrik.

Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh tentara Indonesia untuk menyerang Sekutu secara bergerilya.

Baca juga: Pertempuran Medan Area: Latar Belakang, Konflik, dan Dampak

Pertempuran Medan Area terjadi tanggal 13 Oktober 1945 hingga April 1946, setelah tentara Sekutu yang dipimpin oleh TED Kelly mendarat di Medan.

Kedatangan Sekutu dan NICA ini memancing kemarahan warga Indonesia.

Terlebih, ketika salah satu anggota NICA disebut merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang digunakan oleh seorang pemuda Indonesia.

Menindaklanjuti hal ini, pada 13 Oktober 1945, barisan pemuda dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bertempur melawan Sekutu dan NICA.

Inggris kemudian mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia untuk segera menyerahkan senjata kepada Sekutu, tetapi lagi-lagi ultimatum itu tidak diindahkan.

Puncak pertempuran terjadi tanggal 10 Desember 1945, di mana Sekutu dan NICA menyerang Kota Medan secara habis-habisan.

Bulan April 1946, Sekutu sudah berhasil menguasai Kota Medan.

Baca juga: Kronologi Agresi Militer Belanda I

Setelah proklamasi kemerdekaan berlangsung, Indonesia masih dihantui oleh Belanda.

Belanda terus berusaha merebut kembali kemerdekaan dengan melakukan sejumlah serangan, salah satunya Agresi Militer Belanda I.

Agresi Militer Belanda I terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook.

Tujuan Agresi Militer Belanda I adalah membangkitkan perekonomian Belanda dengan cara menguasai kekayaan sumber daya alam Indonesia.

Target utama Belanda ialah Sumatera dan Jawa untuk menguasai sumber daya alam di sana.

Di Pulau Jawa, Belanda menyerang Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Indonesia mengirim pasukan Siliwangi untuk melawan tentara Belanda.

Salah satu strategi yang digunakan oleh pasukan Siliwangi adalah melakukan serangan gerilya pada sektor-sektor penting, seperti jalan-jalan penghubung, jalur logistik, dan pos Belanda.

Pada praktiknya, serangan gerilya pasukan Siliwangi di Jawa Barat berhasil mengalahkan usaha perkebunan yang menjadi sektor ekonomi penting bagi Belanda.

Agresi Militer Belanda I berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Renville pada 17 Januari 1947.

Baca juga: Mengapa Perjanjian Renville Merugikan Indonesia?

Belanda mengingkari perjanjian Renville dengan melancarkan serangan Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, di Yogyakarta.

Pada Minggu pagi 19 Desember 1948, Belanda mulai menyerang Kota Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Indonesia.

Belanda melakukan serangan udara mendadak yang membuat pasukan Indonesia kewalahan.

Hanya dalam waktu beberapa jam, sore hari pada tanggal yang sama, Yogyakarta sudah berhasil diambil alih oleh Belanda.

Setelah mendengar serangan mendadak tersebut, Panglima TNI Jenderal Sudirman memberikan perintah kilat melalui radio yang bertujuan untuk melawan musuh dengan cara perang rakyat semesta.

Maksudnya, para pasukan akan hijrah dengan cara long march ke wilayahnya masing-masing dan membentuk kekuatan.

Setelah kekuatan terbentuk, pertempuran dimulai antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda.

Agresi Militer Belanda II telah banyak memakan korban jiwa dan kerusakan besar bagi pihak Indonesia.

Saking besarnya, aksi penyerangan ini sampai terdengar ke kancah internasional, termasuk Amerika Serikat (AS).

Akibatnya, AS memutuskan untuk menghentikan bantuan dana kepada Belanda. AS dan PBB juga mendesak agar Belanda segera melakukan gencatan senjata dan menggelar perundingan damai.

Akhirnya, pada 7 Mei 1949, Agresi Militer Belanda II berakhir dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.

Baca juga: Hasil Konferensi Meja Bundar yang Tidak Dapat Direalisasikan Belanda

Akhir perang kemerdekaan Indonesia adalah penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.

Sebelum penyerahan itu tercapai, Indonesia dan Belanda lebih dulu berunding dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949.

KMB dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Indonesia, Mohammad Hatta.

Pada akhirnya, tanggal 2 November 1949, Indonesia dan Belanda berhasil mencapai kesepakatan dengan menandatangani persetujuan KMB.

Salah satu isi KMB adalah Belanda menyerahkan kedaulatan penuh kepada RI pada Desember 1949, tepatnya tanggal 27 Desember.

Pengaruh Kekalahan Jepang terhadap Kemerdekaan Indonesia

Kekalahan Jepang memberikan momentum bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para pejuang Indonesia melihat kesempatan untuk memproklamasikan kemerdekaan mereka sendiri, bukan sebagai hadiah dari Jepang.

Latar Belakang Perjuangan Kemerdekaan

Sejarah kemerdekaan Indonesia dimulai dari masa penjajahan yang berkepanjangan. Bangsa Indonesia telah lama dijajah oleh Belanda dan Jepang. Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya terjadi dalam satu peristiwa, melainkan merupakan hasil dari perjuangan yang panjang dan berliku-liku.

Peristiwa Rengasdengklok

Pada bulan Agustus 1945, Soekarno dan Hatta kembali ke tanah air dari Dalat. Mereka bertemu dengan Mayor Jenderal Oosugi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang.

Nishimura mengemukakan bahwa Jepang harus menjaga status quo dan tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia seperti yang dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat.

Soekarno dan Hatta menyesali keputusan tersebut dan menuju ke rumah Laksamana Maeda untuk melakukan rapat guna menyiapkan teks Proklamasi.

Penyusunan Teks Proklamasi

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo, dan disaksikan oleh Soekardi, B.M. Diah, Sudiro, dan Sayuti Melik. Teks Proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri.

Setelah selesai disepakati, Sayuti Melik menyalin dan mengetik teks tersebut menggunakan mesin tik milik Mayor Dr. Hermanto Kusumobroto (dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman).

Pembacaan Teks Proklamasi

Pada tanggal 17 Agustus 1945, teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia mulai dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi Mohammad Hatta pada pukul 10.00 di serambi depan rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Djakarta (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 5, Jakarta Pusat).

Setelah pembacaan teks Proklamasi, bendera pusaka merah putih dikibarkan untuk pertama kalinya yang disaksikan oleh masyarakat di Jakarta.

Penyebaran Berita Proklamasi

Segera setelah Soekarno membacakan teks Proklamasi, kabar kemerdekaan Indonesia langsung tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Berita Proklamasi disebarkan melalui beragam cara, mulai dari siaran radio, telegram, surat kabar, pamflet, hingga dari mulut ke mulut. Tokoh-tokoh yang menyebarkan berita Proklamasi antara lain Sukarni, Supardjo, BM Diah, Syahruddin, dan Ki Hajar Dewantara.

Peringatan Hari Kemerdekaan

Setiap tanggal 17 Agustus, masyarakat tanah air selalu memperingati hari Proklamasi. Tanggal tersebut merupakan titik balik dari sejarah kemerdekaan Indonesia yang cukup panjang, dimana sebelumnya penduduk tanah air sempat dijajah selama bertahun-tahun. Peringatan ini meliputi pengibaran bendera Merah Putih dan sambutan oleh walikota pada saat itu, yaitu Suwiryo dan Muwardi.

Perjuangan Setelah Proklamasi

Perjalanan Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan memang tidak sebentar. Penduduk tanah air harus merasakan penjajahan yang kejam dalam kurun waktu bertahun-tahun.Bahkan setelah Proklamasi dikumandangkan pun, masih banyak perjuangan lainnya yang harus ditempuh seperti pembuatan naskah UUD 1945 dan lainnya, agar Indonesia bisa menjadi negara seperti sekarang.

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia – Pengumuman kemerdekaan pada suatu negara merupakan impian yang dimiliki oleh setiap negara terutama bagi negara dan bangsa yang sudah lama dijajah, seperti Indonesia.

Waktu Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka seluruh masyarakat Indonesia sangat senang karena mereka sudah terlalu lama dijajah oleh beberapa negara seperti Belanda dan Jepang.

Bukan hanya senang, tetapi bangsa Indonesia juga mendapatkan semangat kemerdekaan yang tinggi yang dilandasi dengan rasa keberanian untuk mengambil keputusan dan membela kebenaran.

Dengan pengumuman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada dunia maka Indonesia telah dinyatakan sebagai negara baru yang memiliki kedudukan yang sama dengan negara-negara lain yang sudah melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Bagi negara yang belum merdeka maka pengumuman Proklamasi Kemerdekaan pada dunia adalah suatu impian yang sangat didamba-dambakan.

Setiap negara punya sejarah sendiri untuk melakukan Proklamasi Kemerdekaan. Sama halnya negara dan bangsa Indonesia yang di mana sejarah Proklamasi Kemerdekaannya membutuhkan beberapa hal, seperti menggunakan rumah Laksamana Muda Maeda, pemilihan naskah Proklamasi, dan lain-lain.

Namun, sebelum membahas tentang sejarah singkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sebaiknya kita kenali dulu apa arti dari “proklamasi kemerdekaan”. Dengan mengetahui “proklamasi kemerdekaan” maka kita bisa merasakan rasa kemerdekaan pada suatu negara. Berikut pengertian “Proklamasi Kemerdekaan”.

Pengertian Proklamasi Kemerdekaan

Pembacaan proklamasi oleh Soekarno. Sumber: Kemendikbud

Istilah “Proklamasi” berasal dari bahasa Latin, yaitu proclamare yang memiliki arti berupa pengumuman atau pemberitahuam pada khalayak umum. Pengumuman yang dimaksud ialah pengumuman yang berkaitan dengan hal-hal ketatanegaraan.

Sedangkan “Proklamasi Kemerdekaan” mempunyai arti, yaitu pengumuman kepada seluruh rakyat akan kemerdekaan negaranya. Pengumuman kemerdekaan tersebut bukan hanya ditujukan kepada rakyat yang merasakan kemerdekaan, tetapi juga ditujukan kepada rakyat yang ada di seluruh dunia dan kepada semua bangsa yang ada di dunia.

Dengan Proklamasi Kemerdekaan yang sudah diumumkan dan diberitahukan kepada seluruh warga dunia maka seluruh dunia akan tahu bahwa ada negara baru yang terbebas dari jajahan negara lain. Proklamasi Kemerdekaan yang terjadi pada suatu negara sangatlah berarti bagi bangsanya. Proklamasi Kemerdekaan merupakan sebuah tanda bahwa suatu negara dan bangsa telah mencapai revolusi, mencatatkan sejarah perjuangan, dan yang  terpenting adalah terbebas dari cengkraman para penjajah.

Namun, untuk mencapai proklamasi kemerdekaan tersebut perjalanannya tidaklah mudah. Seperti di Indonesia, dimana terdapat berbgai jejak perjuangan nasionalisme dan salah satunya adalah yang terjadi di Surabaya yang dirangkum dalam buku Jejak Nasionalisme – Surabaya Akar Pergerakan Kemerdekaan.

Proklamasi Kemerdekaan bagi suatu bangsa dan negara merupakan suatu hal yang sangat istimewa dan tak ternilai harganya. Menjadi hal istimewa karena untuk mencapai dan meraihnya, suatu bangsa dan negara harus berjuang dengan sungguh-sungguh bahkan sampai titik darah penghabisan dan harus rela mengorbankan banyak hal.

Namun, tahukah kamu siapa yang memberitakan proklamasi kemerdekaan RI hingga dapat tersebar ke seluruh dunia? Sosok M.Asad Shahab yang mendirikan Arabian Press Board (APB). Cari tahu itu semua pada buku Sang Penyebar Berita Proklamasi RI dibawah ini.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Langsung dan serangkai dengan pidato proklamasi, Soekarno menyampaikan proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagai berikut:

PROKLAMASIKami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja."

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen '05

Atas nama bangsa Indonesia

Setelah membaca teks proklamasi, Soekarno memberi penutup sebagai berikut:

Demikianlah saudara-saudara, kita sekarang telah merdeka. Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka, negara Republik Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.

Arti Penting Proklamasi Bagi Bangsa Indonesia

Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan suatu hal yang berarti sehingga memberikan arti penting bagi bangsa Indonesia. Berikut beberapa arti penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bagi bangsa Indonesia.

Perjuangan para pemuda pada saat itu sangatlah penting karena jika mereka tidak bersikeras untuk memindahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maka kemungkinan besar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah mengetahui sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia walaupun hanya secara singkat kita jadi tahu bagaimana perjuangan yang dirasakan ketika merancang teks Proklamasi hingga pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Hingga saat ini, walaupun hari kemerdekaan Indonesia sudah terlewati, jasa para pahlawan dan pengalaman mereka memperjuangkan hari kemerdekaan yang jatuh tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 tetap terasa hingga sekarang yang diabadikan pada buku Senyum Tawa di Hari Kemerdekaan.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda

Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Jakarta setelah semua urusan di Dalat selesai. Meskipun Soekarno dan Mohammad Hatta diantar oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda untuk menemui Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda.

Sebagai salah satu sosok tokoh kemerdekaan, Mohammad Hatta telah banyak membuat karya bagi bangsa Indonesia yang dirangkum dalam buku Karya Lengkap Bung Hatta Buku 2;Kemerdekaan Dan Demokrasi.

Namun, Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto tidak ingin menerima Soekarno dan Mohammad Hatta dan segera memberikan perintah kepada Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang untuk menerima kedatangan rombongan itu.

Ketika menerima pertemuan dengan rombongan itu, Nishimura mengungkapkan bahwa sejak siang hari pada 16 Agustus 1945 telah menerima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo sehingga tidak bisa memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Padahal saat bertemu Marsekal Terauchi di Dalat, ia sudah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia sehingga Soekarno dan Hatta merasa kecewa. Pada akhirnya, Soekarno dan Hatta meminta kepada Nishimura supaya tidak menghalangi kerja PPKI.

Setelah pulang dari rumah Nishimura, Soekarno dan Hatta pergi ke rumah Laksamana Maeda yang diiringi oleh Miyoshi untuk melakukan rapat mempersiapkan teks Proklamasi. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno. Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Sukarni, B.M. Diah Sudiro (Mbah), dan Sayuti Melik.

Pada saat merancang teks Proklamasi, tiba-tiba Shigetada Nishijima seolah-olah mencampuri penyusunan teks Proklamasi dengan memberikan saran agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.

Berkaitan dengan pendapat Nishijima, Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, B. M. Diah, Sukarni, Sudiro, dan Sayuti Melik mereka semua tidak setuju dengan pendapat Nishijima, tetapi di beberapa kalangan pendapa Nishijima masih diagungkan.

Setelah semua konsep telah disepakati, maka Sayuti Melik menyalin teks dan mengetik naskah di mesin ketik milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman.

Pada awalnya, pembacaan Proklamasi akan dilaksanakan di lapangan Ikada, tetapi karena alasan keamanan kemudian pelaksanaan pembacaan Proklamasi dipindahkan ke kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Nomor 56.

Naskah Proklamasi Klad

Naskah asli proklamasi. Sumber: Kemendikbud

Teks naskah “Proklamasi Klad” adalah teks Proklamasi  yang berupa tulisan tangan Ir. Soekarno sebagai pencatat dan teks Proklamasi merupakan karangan dua tokoh, yaitu Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Naskah “Proklamasi Klad” ini tidak dibawa oleh Soekarno dan ditinggal begitu saja di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda bahkan naskah Proklamasi Klad hampir saja terbuang ke tempat sampah. Namun, tidak jadi terbuang ke tempat sampah karena diselamatkan oleh Diah dan ia menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga akhirnya diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.

Pengibaran Bendera Merah Putih 1945

Pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati. Pengibar bendera Merah Putih pertama adalah Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Soerastri Karma (SK) Trimurti.

Wali Kota Soewirjo dan dr. Muwardi kemudian memberikan sambutan.